Tuesday 23 December 2025 - 01:25
Pelajaran Akhlak | Kabar Gembira bagi Para Pendosa

Hawzah / Rahmat Allah begitu luas sehingga tidak ada satu dosa pun yang mampu membatasinya. Bahkan jika engkau telah berbuat kesalahan hingga delapan puluh kali, pintu kembali (Taubat) kepada-Nya tetap terbuka. Bertobatlah, karena rahmat Allah lebih besar daripada dosa apa pun!

Menurut laporan Kantor Berita Hawzah, almarhum Ayatullah Muhammad Ali Nashiri, salah seorang ustadz akhlak di Hawzah Ilmiah , dalam salah satu pelajaran akhlaknya membahas tema “kedudukan hati yang bertauhid dalam tobat dan kembali ke jalan spiritual”, yang penjelasannya sebagai berikut:

Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang, menurut sabda Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ‘alaihissalam dalam Nahjul Balaghah:

{عَظُمَ الْخَالِقُ فِی أَنْفُسِهِمْ فَصَغُرَ مَا دُونَهُ فِی أَعْیُنِهِمْ}

"Keagungan Pencipta bersemayam di dalam hatinya sehingga segala sesuatu selainnya tampak kecil di matanya."

Dengan kata lain, orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang merasakan kebesaran Allah Swt di dalam hati mereka. Ketika keagungan Allah hadir dan bersemayam dalam jiwa, seluruh makhluk tampak kecil dan tidak berarti dibandingkan-Nya.

1. Allah tidak terjangkau oleh alam semesta, tetapi bersemayam di hati manusia

Seluruh anggota tubuh manusia merupakan nikmat dari Allah, namun hati memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Hal ini karena dzikir, ma‘rifat, dan keagungan Allah termanifestasi di dalam hati manusia.

Dalam sebuah riwayat disebutkan:

{القلبُ حَرَمُ اللّهِ فلا تُسْکِنْ حَرَمَ اللّهِ غَیرَ اللّهِ}

"Hati adalah tempat suci (Haram) Allah, maka janganlah engkau menempatkan di dalam tempat suci Allah itu sesuatu selain Allah."

Segala sesuatu yang berkaitan dengan tauhid bertempat di dalam hati manusia. Allah Swtmenciptakan hati khusus untuk diri-Nya. Allah tidak dapat diliputi oleh seluruh alam semesta, namun Dia berkenan bersemayam di dalam hati manusia.

Sayangnya, pada hari ini hati kita sering kali telah dipenuhi oleh urusan dunia dan hawa nafsu. Padahal, manusia seharusnya mengosongkan hatinya dari selain Allah. Inilah nilai yang sejati dan bernilai tinggi; bukan kedudukan, harta, rumah, perpustakaan, mimbar, mihrab, dan sejenisnya. Semua itu harus dilepaskan, lalu melangkah menuju Allah Swt. Kecintaan kepada dunia tidak memiliki nilai hakiki. Manusia sejatinya sedang bergerak menuju Allah. Seseorang yang berjalan menuju Allah dan kesempurnaan memiliki dua jalan di hadapannya: Yang pertama, Allah Swt sendiri menyambutnya. Sebagaimana yang terjadi pada Amirul Mukminin Ali ‘alaihis salam, ketika Allah Swt menyambut beliau bahkan sejak saat kelahirannya.

Ketika ibunda beliau yang mulia, Fathimah binti Asad, sedang melakukan thawaf di Baitullah, tiba-tiba dinding Ka‘bah terbelah, lalu beliau masuk ke dalam Ka‘bah. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu merasa heran dan bergegas menuju dinding yang terbelah tersebut, namun celah itu telah tertutup. Mereka kemudian menuju pintu Ka‘bah, tetapi pintunya pun tertutup. Fathimah binti Asad dan Amirul Mukminin ‘alaihis salam selama tiga hari tiga malam menjadi tamu Allah. Beginilah cara Allah menyambut hamba pilihan-Nya. Di alam cahaya (ʿālam al-anwār) pun, Allah telah menyambut keempat belas Ma‘shum ‘alaihimus salam.

Adapun orang-orang mukmin memiliki perbedaan dengan para Imam ‘alaihimus salam. Perjalanan spiritual mereka adalah dari kejamakan menuju kesatuan (tauhid), dan mereka harus bergerak menuju Allah. Mereka harus meninggalkan dunia menuju kebenaran (al-Haq). Dalam perjalanan ini, mereka akan menghadapi banyak kesulitan, namun apabila mereka berada di jalan Allah Swt, seluruh kesulitan itu akan teratasi dan terselesaikan.

2. Jika kita kembali berbuat dosa, jangan berputus asa dari rahmat Allah

Beruntunglah orang-orang yang telah menempuh jalan ini. Dunia tidak pernah setia kepada siapa pun. Kita selama ini mengejar dunia, tetapi tidak sampai ke tujuan yang kita inginkan; maka mengapa kita tidak menuju kepada Allah?., Kini ketika kita hendak kembali kepada Tuhan, kita penuh dengan dosa, maksiat, dan tabir-tabir kegelapan. Namun demikian, jika seseorang suatu malam dengan penuh keikhlasan datang dan mengetuk pintu rumah Allah Swt dengan melaksanakan dua rakaat salat, dan bertobat, maka Allah Swt akan mengampuni seluruh dosanya. Allah mencintai kita. Kita semua adalah milik-Nya. Kita memang telah menempuh jalan yang keliru, tetapi sekarang kita kembali ke jalan-Nya.

Diriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah Saw dan berkata: “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang telah berputus asa dari rahmat Allah.” Rasulullah Saw bertanya:“Mengapa?”. Lalu Ia menjawab: “Ia telah melakukan pembunuhan sengaja sebanyak delapan puluh kali.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda: “Keputusasaannya dari rahmat Allah itu lebih besar dosanya daripada dosa-dosanya. Janganlah berputus asa dari rahmat Allah; sesungguhnya rahmat Allah lebih besar daripada dosa-dosa kita.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Saw dan bertanya: “Wahai Rasulullah, jika seseorang berbuat dosa, apa yang Allah lakukan terhadapnya?” Beliau bersabda: “Dosanya dicatat dan ada para saksi atasnya.” Orang Arab itu bertanya: “Jika ia bertobat, apa yang terjadi?” Rasulullah Saw bersabda:“Dosanya dihapus.” Lalu, Ia bertanya lagi: “Lalu bagaimana dengan para saksi?”. Kemudian, Beliau bersabda: “Dengan kekuasaan Allah, hal itu pun dihapus dari ingatan mereka.” Ia kembali bertanya: “Jika ia kembali berbuat dosa, apa yang terjadi?”. Rasulullah Saw bersabda: “Dosanya kembali dicatat.” kemudian, Ia bertanya kembali:“Jika ia bertobat lagi?” , Rasulullah Saw bersabda: “Allah kembali mengampuninya. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.”

Jangan pernah berpikir dalam hati: “Aku sudah bertobat tahun lalu, tetapi sekarang kembali terjerumus ke dalam dosa, maka aku malu untuk kembali mengetuk pintu Tuhan.” Jangan berbuat dosa; namun jika terlanjur berbuat dosa, bertobatlah. Dan jika kembali terjatuh dalam dosa, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah.

3. Allah Menjadikan Bumi, Waktu, Siang dan Malam sebagai Saksi Perbuatan Manusia

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa hati manusia bagaikan sebidang tanah. Tanah itu harus dimanfaatkan, baik ditanami, atau dibangun sebuah bangunan di atasnya. Rasulullah Saw bersabda:{الدُّنْیَا مَزْرَعَةُ الْآخِرَةِ}, “Dunia adalah ladang akhirat.” Lalu, di manakah ladang itu harus ditanami?.

Jawabannya adalah di dalam hati, karena hati laksana tanah. Tanah yang kosong tidak bisa ditanami; harus ada benih agar bisa ditumbuhkan. Benih tanah hati adalah iman. Ketika seseorang beriman, berarti ia telah menanam benih di dalam hatinya.Setelah itu, dibutuhkan air dan perawatan.Amalan-amalan wajib ibarat air yang menumbuhkan iman.
Meninggalkan dosa ibarat menjaga dan merawat tanaman agar tidak rusak.

Meninggalkan dosa sesungguhnya demi kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk kepentingan Allah Swt. Allah Mahakaya secara mutlak; dalam satu saat Dia mampu menciptakan miliaran alam. Dia tidak membutuhkan amal-amal kita yang tidak selalu sempurna.

Almarhumah Banu Amin¹ dalam kitab Arba‘in Hasyimiyyah menyebutkan tiga puluh enam pengaruh dan keutamaan shalat, semuanya bersumber dari riwayat. Para ulama besar tidak pernah berbicara dari diri mereka sendiri. Setiap nasihat yang keluar dari lisan mereka bersumber dari Ahlulbait ‘alaihimussalam, dan Ahlulbait tidak berkata kecuali atas izin dan petunjuk Allah SWT. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib 'alaihissalam pernah berpesan kepada salah satu putranya: "Wahai anakku, anggaplah dirimu selalu berada di hadapan Allah dan jangan menentang-Nya."

Keempat belas Imam suci juga berada dalam posisi yang sama; seluruh alam semesta berada dalam pengawasan mereka, dan mereka sendiri berada di hadapan Allah Swt. Ketika manusia berbuat dosa, Allah Swt melihatnya.

Bumi, waktu, siang dan malam, semuanya menjadi saksi. Selain itu, malaikat dan para Imam yang suci juga menjadi saksi. Manusia tidak pernah benar-benar sendiri ketika melakukan sesuatu. Jika ada seorang anak kecil di dekat seseorang, banyak dosa yang mungkin ia tinggalkan karena kesadaran sosial. Jika begitu, bagaimana mungkin seseorang berani berdosa di hadapan Allah? Dengan begitu banyak saksi yang mengawasi, mengapa harus berdosa? Bahkan tubuh manusia sendiri menjadi saksi atas setiap perbuatan. Oleh karena itu, marilah kita mengosongkan hati dari selain Allah dan kembali kepada-Nya. Rahmat Allah tidak terbatas, dan Dia sangat mencintai orang-orang yang bertaubat.

Catatan kaki:

1.Hajiyeh Seyyedeh Nosrat Begum Amin (Banu Amin/Lady Amin) adalah seorang tokoh wanita Iran terkemuka abad ke-20. Ia dikenal sebagai ahli hukum, teolog, dan mistikus Muslim, serta termasuk kalangan Lady Mujtahideh, yaitu ulama wanita yang memiliki otoritas tinggi dalam hukum Islam. (Sumber Wikipedia)

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha